Kronologi Kasus
Berikut kronologi kasus Simulator
SIM yang dipaparkan oleh Bareskrim Polri, Komisaris Jendral (Pol) Sutarman dalam
siaran persnya Jumat (3/8).
1.
Kasus
simulator SIM berawal dari pemberitaan di Majalah Tempo tanggal 29 April 2012
yang berjudul “SIMSALABIM SIMULATOR SIM”.
2. Kabareskrim
kemudian memerintahkan penyelidikan terhadap informasi yang dimuat dalam berita
Majalah Tempo tanggal 29 April 2012 hal 35 sampai dengan hal 38 tentang
“SIMSALABIM SIMULATOR SIM,..”.
3.
Dalam
penyelidikan Polri sesuai Sprinlid/55/V/2012/Tipidkor tanggal 21 Mei 2012 telah
melakukan interogasi dan pengambilan keterangan terhadap 33 orang yang dinilai
mengetahui tentang pengadaan simulator peraga SIM kendaraan roda 2 maupun roda
4 tersebut.
4.
Dalam
interogasi dengan Sukoco S. Bambang Penyelidik memperoleh informasi, ada
sejumlah data dan informasi yang telah diberikan ke KPK.
5.
Bareskrim
menyurat kepada KPK dengan Nomor Surat : B/3115/VII/2012/Tipidkor tanggal 17
Juli 2012 perihal Dukungan Penyelidikan, yang isinya untuk meminta data dan
informasi yang dimiliki KPK tentang hasil pengumpulan bahan keterangan dalam
perkara Simulator R2 dan R4 dimaksud.
6.
Senin,
(30/8/2012) pukul 14.00, Ketua KPK Abraham Samad dan Bapak Zulkarnaen menghadap
Kapolri, dan diterima diruang kerja Kapolri, Kapolri didampingi Kabareskrim dan
penyidik. Pada kesempatan tersebut ketua KPK menyampaikan bahwa KPK akan
melakukan Penyidikan kasus simulator SIM di Korlantas. Kapolri meminta waktu
satu atau dua hari untuk mendiskusikan tindak lanjutnya karena Bareskrim juga sudah
melakukan penyelidikan.
7.
Menindak lanjuti hasil pertemuan Ketua KPK dan Kapolri, Bareskrim menghubungi
ajudan pimpinan KPK untuk meminta waktu menghadap Ketua KPK tanggal 31 Juli
2012, dan mendapat jawaban bahwa akan diterima pada pukul 10.00 WIB terkait
perkembangan penyelidikan Bareskrim.
“Namun
kenyataannya, pada hari yang sama Pukul 16.00 penyidik KPK melakukan
penggeledahan di Korlantas, padahal sesuai dengan hasil kesepakatan pertemuan
Kapolri dan Ketua KPK kita menunggu satu atau dua hari untuk presentasi hasil
penyelidikan oleh Bareskrim,” dalam siaran Polri.
8.
Dalam proses pengeledahan salah satu penyidik KPK mengatakan kepada petugas
Korlantas bahwa Kapolri sudah mengijinkan penggeledahan tersebut karena Ketua
KPK sudah menghadapi Kapolri.
“Padahal
pertemuan saat itu jam 14.00 tidak membicarakan sama sekali tentang
penggeledahan, sehingga terjadi mis komunikasi dalam penggeledahan,” jelas
siaran pers Polri.
Setelah
Kabareskrim berdiskusi dengan 3 pimpinan KPK Abraham Samad, Busro Mukodas dan Bambang
Widjojanto didampingi Direktur Penyelidikan dan Direktur Penuntutan KPK,
disepakati untuk sementara penggeledahan tetap dilanjutkan dan barang-barang
hasil penggeledahan ditempatkan dalam suatu ruangan tertentu dalam keadaan
tersegel dan terkunci.
9. Selasa
(31/7/2012) pukul 15.00 WIB, Ketua KPK Abraham Samad dan Bambang Widjojanto di
dampingi Deputi PIPM menghadap Kapolri membicarakan tindak lanjut penggeledahan
dan penyidikan. KPK menyatakan telah menetapkan DS sebagai tersangka. Pertemuan
saat itu disepakati KPK akan menyidik DS sebagai
penyelenggara negara, sedangkan Bareskrim akan menyidik penyelenggara negara
lainnya dan pihak lainnya yang terlibat.
10. Selasa
(31/7/2012) Bareskrim Polri meningkatkan penyelidikan menjadi penyidikan dan
menetapkan Budi Santoso selaku penyedia barang sebagai tersangka dalam perkara
Simulator SIM dengan Sprindik/184a/VII/2012/Tipidkor.
11. Rabu,
(1/8/2012) Bareskrim Polri juga menetapkan Wakakorlantas Brigjen Pol Didik
Purnomo, Kompol Legimo, Bendahara Korlantas Teddy Rusmawan, dan Sukoco S
Bambang sebagai tersangka. Bareskrim mengeluarkan Sprindik serta mengirimnya ke
KPK dan Kejagung.
12. Kamis (2/8/2012) dari pemberitaan media, Kabareskrim
mengetahui bahwa KPK telah menetapkan Didik Purnomo, Sukoco Bambang, dan
Budi Susanto.
13. Jumat (3/8/2012) atas pemberitaan di media menyatakan
bahwa Penyidik Polri tidak berwenang jika kasus korupsi sudah ditangani KPK.
Menurut Sutarman, joint investigastion dalam penanganan perkara seperti ini
sudah pernah dilakukan antara KPK dengan penegak hukum lainnya 2010 lalu.
“Kasus penyalahgunaan APBD Kab Langkat dengan tersangka Syamsul Arifin, dimana dalam penyidikan kasus tersebut KPK menyidik untuk penyelenggara negara, sedangkan untuk pihak-pihak lainnya diluar PN ditangani oleh Kejati Sumut. Sehingga pihak Kejati Sumut dapat melakukan penyidikan perkara yang sama walaupun KPK Juga sudah melakukan penyidikan,” jelas Sutarman.
“Kasus penyalahgunaan APBD Kab Langkat dengan tersangka Syamsul Arifin, dimana dalam penyidikan kasus tersebut KPK menyidik untuk penyelenggara negara, sedangkan untuk pihak-pihak lainnya diluar PN ditangani oleh Kejati Sumut. Sehingga pihak Kejati Sumut dapat melakukan penyidikan perkara yang sama walaupun KPK Juga sudah melakukan penyidikan,” jelas Sutarman.
Berdasarkan
rincian tersebut, Kabareskrim mengatakan polisi tetap akan melakukan penyidikan
pengadaan Simulator SIM di Korlantas Polri sebelum adanya ketentuan dan
keputusan pengadilan yang menyatakan penyidik Polri tidak berwenang menyidik
kasus yang sedang atau bersamaan ditangani oleh KPK. (mas)
Dibawah ini adalah artikel dari Majalah Tempo tanggal
29 April 2012 yang berjudul
“SIMSALABIM
SIMULATOR SIM” :
Walau telah terjadi setahun lebih, Sukotjo S.
Bambang masih mengingat pengalaman itu. Kamis, 13 Januari 2011, Direktur Utama
PT Inovasi Teknologi Indonesia ini memasukkan lembar demi lembar seratus ribuan
rupiah ke dua dus bekas suku cadang Honda. Setiap dus berisi Rp 2 miliar. Hari
itu juga, ia mengangkutnya ke Jakarta.
Sukotjo menerima pesan dari kongsi dagangnya, Budi Susanto, Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Abadi. Perusahaan ini memenangi tender pengadaan simulator kemudi sepeda motor dan mobil senilai Rp 196,87 miliar di Korps Lalu Lintas Kepolisian Negara Republik Indonesia. Citra Mandiri lalu menggandeng Inovasi Teknologi buat mengerjakannya. "Saya dipesan agar sampai Jakarta pada siang hari," katanya kepada Tempo, akhir bulan lalu.
Menggunakan Toyota Fortuner D-84-MS yang dikemudikan sopirnya, Ijai Harno, Sukotjo menuju Jakarta. Mereka dikawal Kusno, anggota Kepolisian Sektor Bandung Kulon. Berangkat dari rumah di Cigondewah Kaler, Bandung, pukul 10.00, di tengah perjalanan Sukotjo menerima telepon dari Budi. Sang penelepon meminta bertemu di dekat pintu tol Pondok Gede Timur, Bekasi, pada tengah hari.
Sukotjo tiba lebih dulu. Tak lama, Budi sampai dengan Toyota Camry hitam B-8-DVA. Sukotjo turun dari mobil menemui sang kolega. Ijai dan Kusno juga turun, memindahkan satu kardus duit ke bagasi mobil Budi. Menurut Sukotjo, Budi lalu meminta dia mengantarkan satu kardus lain ke kantor Korps Lalu Lintas Polri di Jalan M.T. Haryono, Jakarta Selatan. "Antarkan uang itu ke Pak Djoko Susilo," ia menirukan permintaan Budi. Inspektur Djoko Susilo, ketika itu Kepala Korps Lalu Lintas, kini Gubernur Akademi Kepolisian.
Menurut Sukotjo, Budi kemudian menambahkan bahwa Djoko Susilo tidak di kantor. Jadi, Sukotjo diminta menyerahkan dus itu ke Tiwi, sekretaris pribadi Djoko. Sukotjo meluncur ke markas Korps Lalu Lintas Polri dan tiba pukul 13.00. Dia lalu masuk ke ruangan Djoko di lantai dua gedung utama. "Ibu Tiwi sudah menunggu di ruang tamu. Dia menerima kiriman itu," katanya.
Belakangan, Sukotjo bertemu dengan seorang perwira menengah di Bagian Perencanaan dan Administrasi Korps Lalu Lintas. Sang perwira, menurut dia, menanyakan kiriman duit darinya. Ia mengingat, perwira yang mengurus proyek pengadaan itu bertanya, "Apakah paket 2 M (miliar) sudah sampai?" Sukotjo pun segera berpikir: duit dalam dus merupakan setoran untuk pejabat tertinggi di korps itu.
Ditemui secara terpisah, Budi Susanto membenarkan pernah meminta uang tunai Rp 4 miliar kepada Sukotjo. Dia juga tidak membantah pertemuan di pintu tol Pondok Gede. Begitu juga permintaan agar Sukotjo mengantarkan satu kardus uang ke kantor Korps Lalu Lintas. Tapi, menurut dia, uang itu bukan dikirim untuk Djoko. "Saya hanya minta dia menitipkan ke Tiwi, orang yang saya kenal di sana," ujarnya. "Itu uang saya."
Djoko, yang ditemui untuk wawancara di kantornya, Akademi Kepolisian, Semarang, menolak menjawab pertanyaan soal ini. "Tanyakan saja soal itu kepada Kepala Korps Lalu Lintas," katanya Kamis pekan lalu. "Saya tidak mau berkomentar."
Inspektur Jenderal Pudji Hartanto, pengganti Djoko sebagai Kepala Korps Lalu Lintas, mengatakan tuduhan Sukotjo itu sedang diselidiki Divisi Profesi dan Pengamanan Markas Besar Polri. "Penyelidikan masih berjalan," ujarnya. Tiwi tidak bisa ditemui di kantornya, markas Korps Lalu Lintas. "Sedang ada pendidikan di luar kota," kata seorang pegawai bagian tata usaha.
Menurut Sukotjo, setoran uang ke markas Korps Lalu Lintas hanya satu aliran dari duit proyek simulator. Ia menyatakan puluhan miliar lain menggelontor ke perwira lain. Sukotjo siap mempertanggungjawabkan semua keterangan. Menurut dia, kejanggalan proyek dan data setoran kepada perwira tinggi juga sudah dilaporkan ke Kepala Polri Jenderal Timur Pradopo dan Komisi Kepolisian Nasional. "Saya siap dikonfrontasi dengan mereka," katanya.
Sukotjo menerima pesan dari kongsi dagangnya, Budi Susanto, Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Abadi. Perusahaan ini memenangi tender pengadaan simulator kemudi sepeda motor dan mobil senilai Rp 196,87 miliar di Korps Lalu Lintas Kepolisian Negara Republik Indonesia. Citra Mandiri lalu menggandeng Inovasi Teknologi buat mengerjakannya. "Saya dipesan agar sampai Jakarta pada siang hari," katanya kepada Tempo, akhir bulan lalu.
Menggunakan Toyota Fortuner D-84-MS yang dikemudikan sopirnya, Ijai Harno, Sukotjo menuju Jakarta. Mereka dikawal Kusno, anggota Kepolisian Sektor Bandung Kulon. Berangkat dari rumah di Cigondewah Kaler, Bandung, pukul 10.00, di tengah perjalanan Sukotjo menerima telepon dari Budi. Sang penelepon meminta bertemu di dekat pintu tol Pondok Gede Timur, Bekasi, pada tengah hari.
Sukotjo tiba lebih dulu. Tak lama, Budi sampai dengan Toyota Camry hitam B-8-DVA. Sukotjo turun dari mobil menemui sang kolega. Ijai dan Kusno juga turun, memindahkan satu kardus duit ke bagasi mobil Budi. Menurut Sukotjo, Budi lalu meminta dia mengantarkan satu kardus lain ke kantor Korps Lalu Lintas Polri di Jalan M.T. Haryono, Jakarta Selatan. "Antarkan uang itu ke Pak Djoko Susilo," ia menirukan permintaan Budi. Inspektur Djoko Susilo, ketika itu Kepala Korps Lalu Lintas, kini Gubernur Akademi Kepolisian.
Menurut Sukotjo, Budi kemudian menambahkan bahwa Djoko Susilo tidak di kantor. Jadi, Sukotjo diminta menyerahkan dus itu ke Tiwi, sekretaris pribadi Djoko. Sukotjo meluncur ke markas Korps Lalu Lintas Polri dan tiba pukul 13.00. Dia lalu masuk ke ruangan Djoko di lantai dua gedung utama. "Ibu Tiwi sudah menunggu di ruang tamu. Dia menerima kiriman itu," katanya.
Belakangan, Sukotjo bertemu dengan seorang perwira menengah di Bagian Perencanaan dan Administrasi Korps Lalu Lintas. Sang perwira, menurut dia, menanyakan kiriman duit darinya. Ia mengingat, perwira yang mengurus proyek pengadaan itu bertanya, "Apakah paket 2 M (miliar) sudah sampai?" Sukotjo pun segera berpikir: duit dalam dus merupakan setoran untuk pejabat tertinggi di korps itu.
Ditemui secara terpisah, Budi Susanto membenarkan pernah meminta uang tunai Rp 4 miliar kepada Sukotjo. Dia juga tidak membantah pertemuan di pintu tol Pondok Gede. Begitu juga permintaan agar Sukotjo mengantarkan satu kardus uang ke kantor Korps Lalu Lintas. Tapi, menurut dia, uang itu bukan dikirim untuk Djoko. "Saya hanya minta dia menitipkan ke Tiwi, orang yang saya kenal di sana," ujarnya. "Itu uang saya."
Djoko, yang ditemui untuk wawancara di kantornya, Akademi Kepolisian, Semarang, menolak menjawab pertanyaan soal ini. "Tanyakan saja soal itu kepada Kepala Korps Lalu Lintas," katanya Kamis pekan lalu. "Saya tidak mau berkomentar."
Inspektur Jenderal Pudji Hartanto, pengganti Djoko sebagai Kepala Korps Lalu Lintas, mengatakan tuduhan Sukotjo itu sedang diselidiki Divisi Profesi dan Pengamanan Markas Besar Polri. "Penyelidikan masih berjalan," ujarnya. Tiwi tidak bisa ditemui di kantornya, markas Korps Lalu Lintas. "Sedang ada pendidikan di luar kota," kata seorang pegawai bagian tata usaha.
Menurut Sukotjo, setoran uang ke markas Korps Lalu Lintas hanya satu aliran dari duit proyek simulator. Ia menyatakan puluhan miliar lain menggelontor ke perwira lain. Sukotjo siap mempertanggungjawabkan semua keterangan. Menurut dia, kejanggalan proyek dan data setoran kepada perwira tinggi juga sudah dilaporkan ke Kepala Polri Jenderal Timur Pradopo dan Komisi Kepolisian Nasional. "Saya siap dikonfrontasi dengan mereka," katanya.
SUKOTJO mengenal Budi Susanto secara kebetulan
pada 2009. Ketika itu, dia tengah membantu Andrie Tedjapranata, pemilik PT
Megacipta Nusantara, mitra bisnis Budi, yang sedang mengerjakan proyek simulasi
kemudi di Korps Lalu Lintas Polri. Sukotjo diminta membuat satu prototipe
simulator plus mesin pengendalinya untuk Megacipta. "Budi tertarik dan
mengajak saya bekerja sama," katanya.
Proyek pertama yang mereka garap adalah 50 unit simulator versi Isuzu Elf, tujuh unit versi Hino Ranger, dan 100 unit versi sepeda motor. Menggunakan anggaran Kepolisian 2010, perusahaan Sukotjo merupakan subkontraktor dari perusahaan Budi. Artinya, semua simulator dikerjakan perusahaan Sukotjo.
Hubungan bisnis mereka berlanjut hingga 2011. Menurut Sukotjo, lewat kedekatannya dengan Djoko Susilo, Budi berhasil memperoleh tender pengadaan 700 simulator sepeda motor senilai Rp 54,453 miliar dan 556 simulator mobil senilai Rp 142,415 miliar. Padahal Citra Mandiri Metalindo Abadi miliknya tidak pernah punya pengalaman menggarap simulator (lihat "Rezeki Nomplok Tetangga Pedangdut").
Tender memang diatur agar dimenangi Citra Mandiri. Sukotjo menuturkan dilibatkan sejak awal dalam proses ini. Ia ikut menyiapkan dokumen empat perusahaan pesaing Citra Mandiri untuk tender: PT Bentina Agung, PT Digo Mitra Slogan, PT Dasma Pertiwi, dan PT Kolam Intan. Menurut dia, empat perusahaan itu hanya dipakai untuk pendamping, agar tender seolah-olah dilakukan sesuai dengan prosedur. Dalam tender, Ketua Primer Koperasi Polisi (Primkoppol) Korps Lalu Lintas Ajun Komisaris Besar Teddy Rusmawan ditunjuk sebagai ketua tim pengadaan.
Citra Mandiri akhirnya benar-benar ditunjuk sebagai pemenang. Dalam dokumen surat perintah kerja yang diteken pejabat pembuat komitmen, Wakil Kepala Korps Lalu Lintas Brigadir Jenderal Didik Purnomo, disepakati harga simulator sepeda motor adalah Rp 77,79 juta per unit dan simulator mobil Rp 256,142 juta per unit.
Harga yang dibayar Korps Lalu Lintas Polri ini kelewat mahal. Sebab, dalam dokumen perjanjian pembelian barang dari Citra Mandiri Metalindo dengan Inovasi Teknologi, harga per unit simulator sepeda motor hanya Rp 42,8 juta dan simulator mobil Rp 80 juta per unit. Perusahaan milik Budi Susanto itu memperoleh untung lebih dari 100 persen, yakni Rp 116 miliar.
Menurut Sukotjo, margin besar Citra Mandiri Metalindo tidak dinikmati sendiri. Dia mengaku pernah diminta Budi mengirimkan uang Rp 15 miliar ke Primkoppol Korps Lalu Lintas. Ia juga pernah memberikan dana ke pejabat Inspektorat Pengawasan Umum Polri senilai Rp 1,7 miliar. Selain itu, Rp 2 miliar disetorkan kepada staf pribadi Djoko Susilo.
Dalam dokumen pengiriman uang perusahaan Sukotjo, transfer dana ke rekening Primkoppol Korps Lalu Lintas dilakukan dua kali lewat Bank Mandiri. Pada 13 Januari 2011 dikirim Rp 7 miliar, dan esoknya Rp 8 miliar. Ia juga mencatat pemberian uang untuk tim Inspektorat Pengawasan Umum sebesar Rp 700 juta. Catatan lainnya adalah Rp 1 miliar ke Inspektur Pengawasan Umum Komisaris Jenderal Fajar Prihantono.
Dana lain mengalir ke tim pengawasan Korps Lalu Lintas Polri. Permintaan setoran tercatat dalam percakapan Sukotjo dengan Budi Susanto via BlackBerry Messenger. Sukotjo melaporkan kedatangan lima anggota tim pengawasan pada pukul 10.04, 24 April 2011. Budi menjawab, "Oke Murtono kasih Rp 2 juta, yang lain saya kira cukup Rp 1 juta, karena Senin lalu baru saya kasih."
Kesaksian Budi yang lain terekam dalam ingatan Sukotjo. Koleganya itu berhasil mendesak Korps Lalu Lintas mencairkan dana simulator sepeda motor sebesar Rp 54,45 miliar pada pertengahan Maret 2011. "Padahal saat itu, dari kontrak 700 unit, baru terkirim 100 unit," katanya.
Pejabat Pembuat Komitmen Korps Lalu Lintas Polri Brigadir Jenderal Didik Purnomo mengatakan tidak tahu soal adanya pemberian uang. Dia membantah lembaganya membayar lebih mahal. "Malah terhitung murah dibanding produk luar negeri yang selama ini kami pakai," ujarnya.
Budi Susanto membenarkan adanya permintaan pengiriman uang senilai Rp 15 miliar ke Primkoppol Korps Lalu Lintas. "Itu untuk pembayaran utang saya ke Primkoppol," katanya. Adapun Komisaris Jenderal Fajar Prihantono menolak diwawancarai. "Bapak telah melimpahkan soal ini ke Kepala Divisi Humas Polri (Saut Usman Nasution)," ujar ajudannya. Saut, ketika dihubungi, mengatakan belum siap memberi jawaban.
Proyek pertama yang mereka garap adalah 50 unit simulator versi Isuzu Elf, tujuh unit versi Hino Ranger, dan 100 unit versi sepeda motor. Menggunakan anggaran Kepolisian 2010, perusahaan Sukotjo merupakan subkontraktor dari perusahaan Budi. Artinya, semua simulator dikerjakan perusahaan Sukotjo.
Hubungan bisnis mereka berlanjut hingga 2011. Menurut Sukotjo, lewat kedekatannya dengan Djoko Susilo, Budi berhasil memperoleh tender pengadaan 700 simulator sepeda motor senilai Rp 54,453 miliar dan 556 simulator mobil senilai Rp 142,415 miliar. Padahal Citra Mandiri Metalindo Abadi miliknya tidak pernah punya pengalaman menggarap simulator (lihat "Rezeki Nomplok Tetangga Pedangdut").
Tender memang diatur agar dimenangi Citra Mandiri. Sukotjo menuturkan dilibatkan sejak awal dalam proses ini. Ia ikut menyiapkan dokumen empat perusahaan pesaing Citra Mandiri untuk tender: PT Bentina Agung, PT Digo Mitra Slogan, PT Dasma Pertiwi, dan PT Kolam Intan. Menurut dia, empat perusahaan itu hanya dipakai untuk pendamping, agar tender seolah-olah dilakukan sesuai dengan prosedur. Dalam tender, Ketua Primer Koperasi Polisi (Primkoppol) Korps Lalu Lintas Ajun Komisaris Besar Teddy Rusmawan ditunjuk sebagai ketua tim pengadaan.
Citra Mandiri akhirnya benar-benar ditunjuk sebagai pemenang. Dalam dokumen surat perintah kerja yang diteken pejabat pembuat komitmen, Wakil Kepala Korps Lalu Lintas Brigadir Jenderal Didik Purnomo, disepakati harga simulator sepeda motor adalah Rp 77,79 juta per unit dan simulator mobil Rp 256,142 juta per unit.
Harga yang dibayar Korps Lalu Lintas Polri ini kelewat mahal. Sebab, dalam dokumen perjanjian pembelian barang dari Citra Mandiri Metalindo dengan Inovasi Teknologi, harga per unit simulator sepeda motor hanya Rp 42,8 juta dan simulator mobil Rp 80 juta per unit. Perusahaan milik Budi Susanto itu memperoleh untung lebih dari 100 persen, yakni Rp 116 miliar.
Menurut Sukotjo, margin besar Citra Mandiri Metalindo tidak dinikmati sendiri. Dia mengaku pernah diminta Budi mengirimkan uang Rp 15 miliar ke Primkoppol Korps Lalu Lintas. Ia juga pernah memberikan dana ke pejabat Inspektorat Pengawasan Umum Polri senilai Rp 1,7 miliar. Selain itu, Rp 2 miliar disetorkan kepada staf pribadi Djoko Susilo.
Dalam dokumen pengiriman uang perusahaan Sukotjo, transfer dana ke rekening Primkoppol Korps Lalu Lintas dilakukan dua kali lewat Bank Mandiri. Pada 13 Januari 2011 dikirim Rp 7 miliar, dan esoknya Rp 8 miliar. Ia juga mencatat pemberian uang untuk tim Inspektorat Pengawasan Umum sebesar Rp 700 juta. Catatan lainnya adalah Rp 1 miliar ke Inspektur Pengawasan Umum Komisaris Jenderal Fajar Prihantono.
Dana lain mengalir ke tim pengawasan Korps Lalu Lintas Polri. Permintaan setoran tercatat dalam percakapan Sukotjo dengan Budi Susanto via BlackBerry Messenger. Sukotjo melaporkan kedatangan lima anggota tim pengawasan pada pukul 10.04, 24 April 2011. Budi menjawab, "Oke Murtono kasih Rp 2 juta, yang lain saya kira cukup Rp 1 juta, karena Senin lalu baru saya kasih."
Kesaksian Budi yang lain terekam dalam ingatan Sukotjo. Koleganya itu berhasil mendesak Korps Lalu Lintas mencairkan dana simulator sepeda motor sebesar Rp 54,45 miliar pada pertengahan Maret 2011. "Padahal saat itu, dari kontrak 700 unit, baru terkirim 100 unit," katanya.
Pejabat Pembuat Komitmen Korps Lalu Lintas Polri Brigadir Jenderal Didik Purnomo mengatakan tidak tahu soal adanya pemberian uang. Dia membantah lembaganya membayar lebih mahal. "Malah terhitung murah dibanding produk luar negeri yang selama ini kami pakai," ujarnya.
Budi Susanto membenarkan adanya permintaan pengiriman uang senilai Rp 15 miliar ke Primkoppol Korps Lalu Lintas. "Itu untuk pembayaran utang saya ke Primkoppol," katanya. Adapun Komisaris Jenderal Fajar Prihantono menolak diwawancarai. "Bapak telah melimpahkan soal ini ke Kepala Divisi Humas Polri (Saut Usman Nasution)," ujar ajudannya. Saut, ketika dihubungi, mengatakan belum siap memberi jawaban.
Hubungan dagang Budi dan Sukotjo berakhir pada
Juni 2011. Budi mengatakan Sukotjo gagal memenuhi tenggat pengerjaan proyek.
Padahal biaya pengerjaan driving simulator sepeda motor dan mobil senilai Rp 98
miliar sudah diterima bekas koleganya itu. "Dia membuat banyak alasan agar
proyek ini macet dan saya dicap gagal oleh Korps Lalu Lintas," kata Budi.
Dari komitmen pesanan 700 simulator sepeda motor, menurut Budi, Sukotjo baru menyerahkan 107 unit. Pesanan simulator mobil belum selesai satu pun. "Dia menipu saya," ujarnya. "Padahal masih ada uang saya Rp 42 miliar yang belum dikembalikan."
Budi mengatakan telah menyelesaikan proyek dengan mengambil produk dari perusahaan lain. Ia mengatakan terpaksa membayar denda Rp 2,7 miliar karena terlambat. "Saya sama sekali tidak memakai barang buatan Sukotjo," katanya.
Ditemani Ajun Komisaris Besar Teddy Rusmawan, Budi Susanto kemudian menguasai rumah dan pabrik milik Sukotjo pada pertengahan Juli 2011. Dia berdalih, penyitaan itu merupakan kesepakatan yang diteken Sukotjo di depan notaris. Sukotjo juga dilaporkan ke Polres Bandung dengan tuduhan penipuan dan penggelapan. Perkara ini disidangkan di Pengadilan Negeri Bandung. Sukotjo dijebloskan ke Rumah Tahanan Kebon Waru, Bandung, tempat dia menerima Tempo untuk diwawancarai.
Erick Samuel Paat, kuasa hukum Sukotjo, membantah adanya kesepakatan untuk menyita harta kliennya. Menurut dia, yang terjadi adalah pengambilan paksa oleh Budi Susanto dengan bantuan polisi. Sukotjo dan istrinya dipaksa membubuhkan tanda tangan di blangko kosong. Ia menambahkan, "Kami menyimpan rekaman CCTV proses penyitaan bergaya preman ini."
Pelaku yang Terlibat
Dalam kasus dugaan korupsi pengadaan
simulator kemudi motor dan mobil pada korps lalu lintas (Korlantas) Mabes
Polri T.A 2011 ini, KPK telah menetapkan empat orang tersangka.
Mereka adalah Didik Purnomo,
Pejabat Pembuat Komitmen dalam pengadaan ini sekaligus Wakil Ketua Korlantas
Mabes Polri, Sukotjo Bambang Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Indonesia,
Budi Susanto, Dirketur Utama PT Citra Mandiri Metalindo
Abadi, dan Djoko Susilo Kepala Korlantas Mabes Polri.
Kejahatan Korupsinya
Kejahatan korupsi yang terjadi dalam kasus
tersebut berkaitan dengan pembuatan atau pengadaan alat driving simulator sim.
Dalam proses penganggaran untuk alat driving tersebut digelembungkan dari
anggaran yang sebelumnya telah ditetapkan. Dana tersebut kemudian di
bagi-bagikan dan masuk ke kantong masing –masing pejabat instansi yang terkait.
Cara mengatasinya
Untuk mengatasi
masalah yang terjadi seperti kasus di atas, seharusnya di dalam instansi
pemerintah itu adalah ditempatkan atau dipilih orang-orang yang tepat dalam
arti mereka adalah orang yang bersedia mengabdi kepada negara dan rakyat. Dan
pemerintah harus bertindak tegas dalam memberikan hukuman yang pantas kepada
para koruptor dan bertindak cepat dalam memberantas korupsi maupun tindak
kejahatan lainnya yang dapat merugikan rakyat dan negara.
Peraturan yang menjerat kasus
Melanggar Pasal 2 ayat 1 dan atau
pasal 3 Undang-Undang jo Pasal 55 ayat 1 kesatu jo pasal 56 KUHP. KPK juga
sudah mencegah mereka bepergian ke luar negeri.
Pendapat Pribadi
»
Arum
o
Dampak bagi Negara & rakyat :
Menurut saya kasus tersebut membuat semakin merugikan Negara , karena dana
yang tadinya bisa digunakan untuk menjalankan program pembangunan di segala
sector malah masuk ke kantong pribadi ini menyebabkan pula pertumbuhan Negara
menjadi terhambat. Dan pada akhirnya rakyat pun juga tidak akan mendapatkan
haknya.
o
Sebagai mahasiswa :
Menurut saya ,kasus korupsi tersebut menambah buruk citra instansi
pemerintahan. Selain itu seharusnya pemerintah segera mengambil langkah tegas
dalam setiap kasus korupsi yang telah terjadi,langkah tegas tersebut dapat
dicerminkan dari penetapan sanksi atau hukuman tindak korupsi. Hukuman yang ada
sekarang ini tidak dapat menghilangkan kasus korupsi di Negara ini,
mungkin seharusnya kita dapat meniru Negara cina dalam penetapan hukuman yaitu
dengan memberikan hukuman mati.
o
Sebagai rakyat :
Menurut saya, para pejabat pemerintahan tersebut tidak memiliki hati
nurani dan cenderung serakah. Sebaiknya dalam melakukan pemilihan pejabat
instansi pemerintahan harus dilakukan terlebih dahulu pembinaan rohani yang
mendalam.
§
Evianthy (26209556):
o
Dampak bagi Negara & rakyat :
Menurut saya, masyarakat sekarang akan lebih berpihak dan
mendukung KPK sebagai harapan terakhir rakyat
dalam menegakkan hukum melawan para koruptor di NKRI. Jika Polisi masih tidak
mau tau diri dan lupa akan jati dirinya, maka seluruh rakyat akan menghadapi
Kepolisian RI dan Kepolisian RI akan berada pada posisi diujung tanduk. Dalam hal ini KAPOLRI harus segera di PECAT oleh Presiden, jika
presiden juga tidak bergeming dan membiarkan ini terjadi maka PECAT lah juga
presiden kita, TURUNkan presiden kita dengan cara yang tidak terhormat karna
dia tidak bisa tegas memimpin bangsa ini.
o
Sebagai mahasiswa :
Menurut saya,
Polisi sudah bukan sesuatu yang harus dihormati lagi seperti dulu, wibawa
seorang polisi agaknya semakin tercoreng, walaupun tidak semua polisi bertindak
demikian. Banyaknya polisis yang sering menilang pengendara bermotor dan
ujung-ujungnya minta ‘uang damai’ sudah merupakan bentuk jatuhnya wibawa
seorang polisi, ditambah sekarang kasus simulator SIM. Entahlah apa pikiran
para polisi ini, gaji besar, pangkat tinggi, apa lagi yang dicari?
o
Sebagai rakyat:
Polisi maunya apa sih? Sepertinya Polisi itu lupa bahwa mereka adalah milik rakyat
yang suatu saat rakyat bisa saja menyatakan mosi tidak percaya kepada Polisi.
Semua kebutuhan Polisi kita sudah dipenuhi oleh Rakyat termasuk gaji bulanan
mereka dalam porsi keekonomian NKRI saat ini. Semua ini maksudnya adalah agar
Polisi bisa dapat menegakkan hukum dan dapat memberikan rasa keamanan kepada
seluruh rakyat di NKRI ini.
§
Vela :
o
Dampak bagi Negara & rakyat :
Menurut saya kasus dugaan korupsi pengadaan simulator SIM yg
menyeret para petinggi Polri ini mencoreng citra polri dikalangan masyarakat..
Diduga ada beberapa polisi yang melakukan penyelewengan terhadap dana (uang)
yang digunakan untuk pengadaan simolator sim.. Polisi yang seharusnya menegakan
hukum berlaku malah melakukan pelangganggaran terhadap hukum itu sendiri.. Jika
terbukti benar ada beberapa petinggi polri yang terlibat maka tentu saja harus
tindak secara hukum..
o
Sebagai mahasiswa :
Menurut saya sebagai mahasiswa ini tindakan yang sangat
memalukan.. Citra polisi sebagai penegak hukum akan diragukan oleh masyarakat..
Walaupun tidak semua polisi bertindak melanggar hukum tapi masyarakat akan
tetap menilai negatif citra polisi.. Salah satu cara mengembalikan kembali
citra positif polri dengan cara mengungkap kasus ini tanpa ada yang tutupi..
Tapi terjadi lagi sedikit masalah yang ditimbulkan dimana polri dan kpk berebut
untuk menyelidiki kasus ini..
o
Sebagai rakyat:
Pihak polri
merasa mereka yang berhal melakukan penyelidikan
sedangkan kpk yang menganggap ini sebagai kasus korupsi maka mereka yg berhak
melakukan penyelidikan.. Menurut saya seharusnya polri dan kpk tidak perlu
bersikap seperti itu jika mereka ingin menyelesaikan kasus maka mereka dapat berkerja
sama..Bukankah tujuan polri dan kpk itu sama yaitu menyelesaikan kasus ini dan
menyeret pelakunya ke ranah hukum..
§
Maria (26209933) :
o
Dampak bagi Negara & rakyat :
Dari kasus di atas tentunya dampak bagi negara dan rakyat sangatlah
dirugikan. Para wakil rakyat tersebut bukannya melakukan hal yang membangun
negara dan meningkatkan kesejahteraan rakyat tetapi mala melakukan korupsi yang
dimana pihak yang sangat dirugikan adalah rakyat Indonesia. Dan dampaknya dapat
dilihat seperti sekarang ini negara kita tidak berkembang dan rakyatnya tidak
sejahtera.
o
Sebagai mahasiswa :
Sebagai mahasiswa yang dapat saya pelajari dari kasus di atas adalah
para wakil rakyat ini masih belum menyadari adanya tanggungjawab yang harus
mereka jalankan, dan mereka tidak bisa menjadi seorang wakil rakyat yang dapat
menjadi contoh bagi rakyatnya. Dan dari kasus ini, yang dapat dipelajari adalah
dalam menjalankan setiap tugas harus bertanggungjawab dan memberikan yang
terbaik.
o
Sebagai rakyat:
Sebagai rakyat, saya melihat bahwa para wakil rakyat tersebut tidak
menjalankan tugasnya dengan baik. Mereka bukannya membantu dan memberikan
kemudahan kepada rakyat tetapi mala merugikan rakyat. Seharusnya mereka
"malu" dengan apa yang mereka janjikan berbeda jauh dengan apa yang
mereka lakukan.
§
Barry (26209814) :
o
Dampak bagi Negara & rakyat :
Tentunya
adanya kasus korupsi sangatlah merugikan negara dan rakyat di Indonesia, karena
uang negara di ambil menjadi uang pribadi. Sehingga pertumbuhan negara jadi
buruk dan rakyat tidak sejahtera.
o
Sebagai mahasiswa :
Dari kasus
ini saya bisa mempelajari pemerintahan di Indonesia masih banyak yang perlu
diubah, karena pemerintahan yang sekarang masih buruk, dan tingkat kesadaran
mereka sebagai wakil rakyat masih buruk.
o
Sebagai rakyat:
Dari kasus ini saya melihat bahwa kinerja pemerintahan di Indonesia
sangat buruk, bukannya membantu memimpin dan memajukan negara, tapi justru
menjatuhkan negara serta menyengsarakan rakyat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar