JAKARTA, KOMPAS – Dewan Perwakilan Rakyat seharusnya tidak
mempersoalkan hasil Panitia Seleksi Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang
mengajukan delapan nama untuk di uji kelayakan dan kepatutan. DPR seharusnya
memilih calon pimpinan KPK berdasarkan ranking susunan Pansel.
Hal itu untuk menghindari pimpinan KPK pada masa mendatang
tersandera oleh persoalan politik. Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah La Ode
Ida di Jakarta, Selasa (13/9), mengungkapkan, pimpinan KPK saat ini selain
sangat lemah kepemimpinannya juga tersandera oleh perilaku mereka sendiri.
“Saya kira KPK sedang tersandera. Dua faktor yang seharusnya
dimiliki KPK menjadi samar-samar atau bahkan tidak ada, karena kepemimpinannya
lemah, figurnya lemah dan orang-orangnya tersandera oelh perilaku mereka
sendiri. Orang tidak banyak tahu ternyata mereka terlibat dalam berbagai
gerakan konspirasi dengan para politikus,”kata La Ode. Untuk menghindari agar
pimpinan KPK tak lagi tersandera secara politik, DPR yang akan memilih mereka,
jangan melakukan intervensi terhadap hasil Pansel KPK. “DPR jangan terlalu
banyak melakukan intervensi terhadap hasil seleksi tim Pansel Pimpinan KPK
karena dari delapan orang yang diajukan
misalkan enggak usah dipersoalkan minta sepuluh orang lagi. Tetapi pilih saja
berdasarkan urutan yang diusulkan Pansel karena itu pasti lebih obyektif ketimbang
dipilih secara politik,”katanya.
Menurut La Ode, jika deal politik antara calon pimpinan KPK dengan
DPR dan penguasa tak terhindarkan lagi, yang terjadi bakal seperti KPK jilid
kedua, bahwa pimpinannya bermasalah. “Harus menghindari deal politik memang
dengan pihak DPR dan kekuasaan. Kalau sudah dimulai dengan deal politik, apa
yang terjadi seperti yang sekarang ini, ternyata baru diketahui Chandra Hamzah
pernah melakukan pertemuan juga dengan politikus yang menentukan di parlemen.
Dicurigai juga meski belum ada kesaksian dan pembuktian hingga sekarang, Busyro
Muqoddas juga seperti itu,” katanya.
Secara terpisah, Koordinator Devisi Korupsi Politik Indonesia
Corruption Watch Abdullah Dahlan mengatakan, politikus di DPR terjebak pada
kepentingan dan agenda yang pragmatis, yakni perilaku koruptif mereka jangan
sampai terungkap penegak hukum seperti KPK. Kondisi itu bisa berakibat pada
pemilihan pimpanan KPK bahwa hasil terbaik tak bisa diharapkan keluar dari DPR.
La Ode mengatakan, jika pimpinan KPK tersandera oleh kepentingan
politik DPR dan penguasa, KPK tak bisa diharapkan bisa memberantas korupsidi
negeri ini yang makin menggurita. “Ini adalah sebetulnya perilaku-perlaku yang
menjadikan mereka tersandera dan kita enggak bisa berharap banyak dari KPK lagi,”katanya.
Secara terpisah, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis
Akbar meyatakan siap jika diminta Komisi III DPR untuk menjelaskan delapan
calon unsur pimpinan KPK yang dikirimkan pemerintah. “Kalau kami diminta
memberi penjelasan, tentu kami siap,”kata Patrialis, Selasa di Istana Negara.
“Tugas Pemerintah sebenarnya sudah selesai dengan mengirim delapan calon. Kami
menerjemahkannya sudah jelas, yang dibutuhkan cuma empat orang sehingga calon
yang dikirim dua kali lipat,” katanya.
Alasan sebagian anggota Komisi III DPR menolak delapan calon unsu
pimpinan KPK, kata pengamat hukum tata negara Refly Harun, mengada-ada. Alasan
bertentangan dengan asas retroaktif dinilai tidak tepat karena sebagian anggota
DPR pun sebenarnya produk putusan MK yang diberlakukan retroaktif.
Pembahasan
Pada harian kompas, rabu, 14 September 2011 di halaman 3 terdapat
artikel Jangan Sandera KPK, DPR Diminta Tak Persoalkan Hasil Panitia Seleksi
menjelaskan terjadinya beberapa pelanggaran prinsip etika profesi akuntansi.
Berikut adalah penjelasannya :
1. Prinsip
pertama mengenai Tanggung Jawab Profesi
Sebagi profesional, seharusnya anggota mempunyai peran penting
dimana harus selalu bertanggung jawab untuk bekerjasama dengan sesama anggota
dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri, di mana
usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan
tradisi profesi. Tetapi justru di sini Dewan Perwakilan Rakyat malah
mempersoalkan hasil Panitia Seleksi (Pansel) Pimpinan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) yang mengajukan delapan nama untuk diuji kelayakan dan kepatutan.
Padahal seharusnya tugas DPR hanya memilih calon pimpinan KPK berdasarkan
ranking susunan Pansel saja tidak perlu ikut campur dalam bagaimana prosesnya dan
menapa diajukan demikian.
2. Prinsip Kedua mengenai Kepentingan Publik
Dalam memenuhi tanggung jawab profesionalnya, anggota mungkin
menghadapi tekanan yang saling berbenturan dengan pihak-pihak yang
berkepentingan. Di sini Pimpinan KPK tersandera oleh kepentingan politik DPR
dan penguasa, karena sikap kepemimpinan yang lemah, figurnya juga demikian
tepandang lemah dan orang-orangnya tersandera oleh perilaku mereka sendiri. Di
mana KPK tak bisa diharapkan untuk bisa memberantas korupsi di negeri ini yang
semakin hari semakin merajalela. Padahal seharusnya KPK menunjukan komitmen
atas profesionalismenya dimana tidak terlibat dalam berbagai gerakan konspirasi
dengan para politikus. Demikian pula seharusnya mencerminkan penerimaan
tanggung jawab kepada publik yang didedikasikan untuk kepentingan masyarakat
secara keseluruhan.
3. 3. Prinsip
Ketiga mengenai Integritas
Adanya deal politik antara calon pimpinan KPK dengan DPR dan
penguasa yang tak terhindarkan lagi, maka akan tercipta pimpinan yang
bermasalah. Di sini terjadi pelanggaran prinsip Integritas yang seharusnya
tidak dapat menerima kecurangan tetapi
malah melakukan kerjasama yang mengutamakan kepentingan pihak tertentu. Padahal
seharusnya integritas sebagai patokan bagi anggota dalam menguji semua
keputusan yang diambilnya dan merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan
publik.
4. 4. Prinsip
Keempat mengenai Obyektivitas
Obyektifitas merupakan suatu kualitas yang memberikan nilai atas
jasa yang diberikan anggota dimana diharuskan untuk bersikap adil, tidak
memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka, serta bebas dari
benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain. Untuk
menghindari agar pimpinan KPK tak lagi tersandera secara politik, maka DPR yang
akan memilih mereka, tetapi jangan melakukan intervensi terhadap hasil Pansel
KPK, dengan cara pilih saja berdasarkan urutan yang diusulkan Pansel karena itu
pasti lebih obyektif ketimbang dipilih secara politik.
5. 5. Prinsip
Kelima mengenai Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Dalam semua penugasan dan tanggung jawabnya, setiap anggota harus
melakukan upaya untuk mencapai tingkatan kompetensi yang akan meyakinkan bahwa
kualitas jasa yang diberikan memenuhi tingkatan profesionalisme tinggi seperti
yang disyaratkan oleh prinsip etika. Tetapi di sini dikatakan bahwa sebagian
anggota Komisi III DPR memiliki alasan untuk menolak delapan calon unsur
pimpinan KPK, yang dianggap mengada-ada oleh pengamat hukum tata negara. Alasan
tersebut jelas bertentangan dengan asas retroaktif yang dinilai tidak tepat,
karena sebenarnya sebagian anggota DPR pun merupakan hasil putusan MK yang
diberlakukan retroaktif. Mengapa angota DPR bersikap demikian padahal anggota
seharusnya menerapkan suatu program yang dirancang untuk memastikan terdapatnya
kendali mutu atas pelaksanaan jasa professional yang konsisten dengan standar
nasional dan internasional.
Benniantoni. Wednesday,
november 09, 2011.artikel kasus pelanggaran etika profesi akuntansi dan
pembahasannya. http://bennyantoni.blogspot.com/2011/11/artikel-kasus-pelanggaran-etika-profesi.html.27 november
2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar